Pelecehan (harassment) merupakan salah satu bentuk intimidasi atau tekanan sosial yang beredar di masyarakat. Di Jepang, terdapat dua bentuk pelecehan yang lebih banyak ditemukan di masyarakat: pelecehan atas kekuasaan/power harrasment (パワハラ/Pawa Hara) dan juga pelecehan seksual(セクハラ/Seku Hara).
Kedua kata di atas begitu populer di masyarakat Jepang belakangan ini, dikarenakan fenomena penyalahgunaan kekuasaan di Jepang untuk melakukan pelecehan semakin merajalela di berbagai situasi.
Akan tetapi, apakah Anda tahu bahwa terdapat bentuk-bentuk pelecehan lainnya yang juga banyak dikenal di masyarakat Jepang?
Di artikel berikut akan dibahas beberapa bentuk pelecehan yang dikenal oleh masyarakat Jepang, dan tentunya masyrakat di seluruh dunia secara umum.
Pelecehan seksual, atau Seku Hara (singkatan dari sexual harassment dalam bahasa Inggris), dapat terjadi kepada laki-laki maupun perempuan, namun seringkali korban pelecehan seksual adalah perempuan,.
Di masyarakat Jepang, Seku Hara sebagian besar terbagi menjadi dua jenis: Seku Hara sebagai imbalan untuk bonus (compensatory type), ataupun yang disebabkan oleh lingkungan tempat terjadinya pelecehan (environmental type).
Untuk jenis pertama, biasanya pelecehan terjadi di lingkungan kerja ataupun sekolah, dan dilakukan oleh mereka yang memiliki kuasa lebih tinggi secara hirarki untuk memaksa bawahannya tunduk atas keinginan mereka untuk melakukan tindakan seksual. Kenapa disebut compensatory? Karena pelaku biasanya akan mengiming-imingi bawahan dengan bonus untuk memaksa mereka, dan meminta mereka untuk diam jika mereka ingin memperoleh bonus tersebut, dan jika mereka menolak melakukannya, imbalannya adalah dipecat.
Untuk jenis kedua, pelecehan seksual ini berlangsung secara terang-terangan tanpa memandang atasan-bawahan. Situasi yang sering muncul juga terjadi di lingkungan kantor, di mana sesama pegawai menggunakan kata-kata yang tidak pantas untuk menggoda pegawai lain, atau bahkan melakukan hal senonoh seperti mencolek pegawai lain tanpa persetujuan dari orang tersebut.
Yang ini mungkin secara spesifik lebih melekat di budaya Jepang. Second harassment merujuk kepada keadaan dimana pelaku pelecehan memperoleh pelecehan lainnya ketika mereka mencoba membuka diri mengenai pelecehan yang mereka alami, namun alih-alih malah mendapat cibiran dari lingkungan sekitar. Cibiran yang diterima berbentuk celaan mengapa tindakan itu dapat bermula, dimana mereka cenderung disalahkan karena bertindak terlalu paranoid, atau mereka menganggap hal-hal seperti itu umum terjadi di masyarakat. Mengapa hal ini lebih melekat di budaya Jepang? Karena biasanya isu-isu seperti ini dianggap tabu dibicarakan oleh banyak masyarakat di Jepang, dan mereka cenderung menutup-nutupi isu ini di masyarakat karena merupakan hal yang memalukan.
Pelecehan kekuasaan, sekali lagi, merupakan suatu bentuk pelecehan yang biasanya terjadi di tempat kerja dan biasanya para pelaku adalah atasan, ataupun mereka yang memiliki kuasa yang lebih tinggi. Para korban adalah orang-orang dengan status pada hirarki yang lebih rendah. Efek dari penyalahgunaan kekuasaan ini bisa berdampak pada terganggunya kesehatan mental, fisik, bahkan kasus bunuh diri di masyarakat Jepang.
Seperti dapat diasumsikan dari namanya, pelecehan moral adalah bentuk pelecehan secara mental yang dapat berbentuk verbal maupun tindakan. Salah satu contoh dari bentuk pelecehan moral adalah ketika teman-teman sekelas, orang tua, ataupun guru Anda mengabaikan atau tidak mengapresiasi usaha Anda. Setelah diabaikan oleh orang-orang yang Anda harapkan dapat memberikan apresiasi lebih, Anda mungkin akan merasa usaha Anda tidak cukup, atau bahkan sia-sia. Meskipun sepele, hal ini dapat berakibat fatal pada bagaimana Anda memandang diri Anda sendiri, dan dapat berakhir dengan terkikisnya self-worth.
Jika Anda bekerja di Jepang, mungkin tradisi nomikai/飲み会 (pesta minum) adalah kegiatan wajib-ngga wajib yang dimiliki perusahaan Anda. Pesta minum ini biasanya dilakukan secara terjadwal, di akhir minggu setelah bekerja keras, ataupun pada peristiwa-peristiwa penting tertentu dari perusahaan.
Sayangnya, terdapat beberapa kasus dimana pesta minum ini berakhir dengan pemaksaan kepada orang-orang yang sebenarnya tidak terlalu ingin minum (dan mabuk) untuk terus meminum bir, dan mengikuti permainan yang mereka buat dalam pesta minum tersebut–tanpa memperhatikan kondisi kesehatan si orang yang dipaksa. Tentunya hal ini sangat berakibat buruk bagi fisik Anda. Coba bayangkan, karena tradisi ini, Anda yang tidak terlalu suka menenggak alkohol jadi ‘terpaksa’ mengkonsumsinya secara teratur, yang sudah pasti akan mempengaruhi fungsi organ Anda. Bahkan banyak kasus di Jepang dimana salarymen dalam sebuah nomikai akhirnya pingsan di jalan, atau sampai pada tahap keracunan alkohol, atau dikenal dengan alcoholic coma! Semuanya disebabkan karena ketidakmampuan ‘menolak’ ajakan teman sebaya–peer pressure.
Mungkin jenis pelecehan ini adalah yang paling mudah ditebak. Pelecehan jenis ini biasanya berbentuk komentar-komentar secara ofensif yang didasarkan pada kepribadian dan juga gender Anda. Meskipun orang yang melakukan pecelehan biasanya menampik dengan alasan: ‘cuma bercanda’, tetap saja itu merupakan sebuah pelecehan. Komentar-komentar dalam pelecehan gender dapat ditujukan baik kepada laki-laki dan perempuan, seperti contohnya: ‘Kamu laki-laki bukan, kok gayanya cewek banget?’, ataupun, ‘Makannya banyak banget udah kaya laki-laki’. Meskipun bercanda, mungkin komentar-komentar tersebut bisa sangat menyakitkan untuk pendengar.
Pelecehan jenis ini berhubungan erat dengan etika akademis Jepang yang tinggi. Contoh dari pelecehan jenis ini adalah seperti tidak memasukkan nama mahasiswa di publikasi jurnal ilmiah, ataupun penelitian–atau bahkan mengambil hasil penelitian seseorang tanpa izin!
Biasanya pelecehan jenis ini bersifat tertulis, dan sebagian besar korbannya adalah perempuan. Sebagai contohnya, mari kita umpamakan Ny. A menulis sebuah artikel ataupun ide, dan mempresentasikannya ke atasannya. Lalu atasannya mungkin akan berpendapat seperti ini: Kayanya tulisan sebagus ini bukan tulisan Anda, apalagi Anda perempuan, bagaimana bisa punya pandangan seperti ini? Sekilas mungkin pelecehan ini sulit dibedakan dengan pelecehan gender seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, namun perbedaan utamanya berada pada fokusnya terhadap tulisan.
Seperti pelecehan akademis, pelecehan ini juga terjadi di lingkungan pendidikan. Di samping itu, pelecehan ini juga merupakan kombinasi antara pelecehan atas kekuasaan dan juga pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan sekolah.
Di kasus ini, biasanya guru-guru akan menggunakan kuasanya sebagai ‘pengajar’ untuk menanyakan hal-hal yang kurang pantas kepada muridnya. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan seperti: ‘Sudah punya pacar belum?’, ataupun tindakan-tindakan yang lebih ekstrem seperti menyentuh tubuh mereka dengan alasan untuk ‘mengajarkan’, atau bahkan meminta mereka untuk melepas pakaian mereka, sebagai contohnya.
Teachers take advantage of their positions and ask inappropriate questions to the young students such as: ”Do you a have a lover?” or sometimes even make sexual approaches, touch their bodies in the name of “education”or ask the students to take off their clothes , for example.
Terdapat banyak sekali jenis pelecehan yang terjadi belakangan ini, baik di Jepang maupun di seluruh dunia. Beberapa terksean dibuat-buat, tapi beberapa juga berakibat sangat fatal. Yang paling terpenting adalah, hindari sebisa mungkin kesempatan bagi Anda untuk melakukan pelecehan. Karena ucapan yang menurut Anda sangat sederhana, bisa dianggap sangatlah frontal jika diterima orang lain.
Apakah Anda mengetahui jenis-jenis lainnya dari pelecehan ini? Komentar di bawah ini!